Tag

Muqadimah

Pada perkembangan terakhir, banyak bermunculan beragam jenis dan model bisnis. Salah satu bisnis yang marak adalah jual beli emas. Yang menjadi pertanyaan, apakah bisnis jual beli emas ini sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah ? Makalah ini ditulis untuk memberikan kajian ilmiyah terkait dengan isu jual – beli emas yang sedang marak terjadi.

Emas sebagai Barang Ribawi

Untuk menentukan hukum jual beli emas, maka terlebih dahulu kita harus memahami apakah emas termasuk barang ribawi ? Maksudnya barang ribawi adalah barang yang berlaku padanya riba dan kita dilarang melakukan perbuatan ribawi padanya.

a. Pengertian Riba

Riba secara bahasa : tambahan (ziyadah), adapun secara istilah :

أن الربا: الزيادة عند مبادلة الأصناف الربوية بعضها ببعض، الزيادة عند مبادلة الأصناف الربوية ببعضها إذا كانت من جنس واحد، وتأجيل القبض في العوضين أو في أحدهما في هذه الأصناف.

Riba adalah tambahan pada saat tukar-menukar (mubadalah)  sebagian barang-barang ribawi (al-ashnaf ar-ribawiyah) dengan sebagian lainnya, tambahan ketika tukar – menukar sebagian diantaranya jika ia dari satu jenis, dan mengakhirkan (at-ta’jiil) serah – terima (al-qabdh) pada kedua barang pengganti (al-iwadhain) atau pada salah satu dari keduanya dari barang-barang ribawi ini. (Maktabah Akademiyah – Fiqh Muamalat Ad-Dars Al-Khamis : Bab Riba, hal. 7-10, oleh DR Abdullah Al-Amar)

b. Macam Barang Ribawi

Nabi SAW telah menyebutkan ada 6 barang yang termasuk barang ribawi seperti hadis berikut :

) الذهب بالذهب مثلا بمثل والفضة بالفضة مثلا بمثل والتمر بالتمر مثلا بمثل، والبر بالبر مثلا بمثل، والملح بالملح مثلاً بمثل، والشعير بالشعير مثلاً بمثل، فمن زاد او ازداد فقد أربى، بيعوا الذهب بالفضة كيف شتم يدا بيد وبيعوا الشعير بالتمر كيف شئتم يدا بيد(

Artinya : “Emas dengan emas harus sama, perak dengan perak harus sama/semisal, kurma dengan kurma harus sama, gandum dengan gandum harus sama, garam dengan garam harus sama/semisal, jewawut dengan jewawut harus sama/semisal. Barangsiapa yang menambah atau minta ditambah maka dia mengambil riba. Jual-lah emas dengan dengan perak sesuka kalian tapi secara tunai/kontan, dan jual-lah jewawut dengan kurma sesuka kalian tapi secara tunai/kontan” (HR At-Tirmidzi no. 1240).

Dari sini, nampak jelas bahwa riba terdapat pada jenis-jenis (barang) tertentu yang telah dibatasi oleh hadits nabawi diatas yaitu : emas, perak, kurma, biji gandum (al-burr), jewawut (asy-sya’ir), garam (al-milh) dan biji anggur kering (az-zabib).

Inilah jenis-jenis barang ketika diperjualbelikan salah satu darinya dengan jenisnya, contoh emas atau perak, kemudian saling bertukar antara jenis emas dengan emas lainnya. Maka menjual emas dengan emas, harus sama (tamatsul), setara (musawat), serupa (tasawi) antara 2 barang yang ditukar (Al-badalain). Jika salah satu barang yang ditukar melebihi barang lainnya, maka tambahan itu adalah riba.

Walhasil, riba adalah tambahan pada saat tukar-menukar antara barang-barang ribawi dengan jenisnya, atau mengakhirkan/menangguhkan proses tukar-menukar barang-barang ribawi, apakah berupa barang pengganti (iwadhani) dari jenis yang sama atau dari jenis yang berbeda. (Maktabah Akademiyah – Fiqh Muamalat Ad-Dars Al-Khamis : Bab Riba, hal. 7-10, oleh DR Abdullah Al-Amar)

Berikut juga terdapat sejumlah dalil khusus yang menjelaskan riba dalam barang-barang tertentu termasuk emas, dan tidak diperbolehkan perbuatan riba (fi’lu ar-riba) pada barang-barang tersebut:

الحديث الأول: حديث عبادة: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: (الذهب بالذهب، الفضة بالفضة، البر بالبر، الشعير بالشعير، التمر بالتمر، الملح بالملح مثلاً بمثلٍ سواءً بسواءٍ) (مثلاً بمثل) معناها ماذا؟ معناها سواءً بسواء، ولكن هذا من باب التأكيد والتشديد في شأن الربا، (مثلاً بمثلٍ سواءً بسواء، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم إذا كان يداً بيد) يعني إذا إذا بيع الجنس بجنسه فلابد من أمرين:

Hadis pertama : hadis  ubadah : telah bersabda Rasul SAW : “Emas dengan emas, perak dengan perak, biji gandum dengan biji gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam harus semisal dan sama”.

Makna Matsalan bimitslin : sawa’an bi sawa’in, tapi ini dalam konteks penekanan (ta’kid) dan penegasan (tasydid) dalam hal riba.

“Harus semisal dan setara (Mitslan bi mitslin sawa’an bi sawa’in), jika ada perbedaan dalam barang-barang ini maka juallah sesuka kalian jika tunai/kontan (yadan byadin)”. Artinya  barang yang dijual jenis sama, maka harus memenuhi 2 hal :

Pertama        :  Sama jumlahnya (at-tasawii fil miqdar)

Kedua            :  Serah terima dalam majlis akad (at-taqabudh fi majlis aqad)

Jika yang dijual berbeda jenisnya, maka boleh ada tambahan, serta dibolehkan adanya kelebihan (at-tafadhul), tapi harus ada serah – terima (at-taqabudh), berdasarkan sabda Rasul SAW : ”(jika ada perbedaan dalam barang-barang ini maka juallah sesuka kalian jika (dilakukan) tunai/kontan (yadan biyadin)”.

الحديث الثاني: حديث أبي سعيد الخدري -رضي الله تعالى عنه- وهو حديث متفق عليه، يقول – صلى الله عليه وسلم-: )لا تبيعوا الذهب بالذهب إلا مثلاً بمثلٍ ولا تُشِفُّوا بعضها على بعض) يعني لا تزيدوا (ولا تبيعوا الوَرِق) الذي هو الفضة (بالورق، إلا مثلاً بمثلٍ، ولا تشفوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا منها غائباً بناجز) يعني لابد من التقابض، وفي لفظ مسلم بعد أن ذكر الأصناف الربوية: (مثلاً بمثلٍ يداً بيد، فمن زاد أو استزاد فقد أربى، الآخذ والمعطي سواء) يعني من زاد في قضية التبادل، تبادل الجنس بجنسه، أو استزاد طلب الزيادة فقد وقع في الربا (الآخذ والمعطي سواء(

Hadis kedua : Hadis Abi Sa’id Al-Khudri ra. Dan hadis ini telah disepakati keshahihannya, Nabi SAW bersabda : (“Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali semisal/sama, dan jangan kalian melebihkan sebagian atas sebagian yang lain”), artinya jangan kalian menambahkan .. (“ dan janganlah kalian menjual dirham (al-wariq)”), yaitu perak (al-fidhah), (“dengan dirham kecuali sama/semisal, dan janganlah kalian melebihkan sebagian atas sebagian lainnya, dan janganlah kalian menjual sesuatu yang tidak ada (ghaib) dengan sesuatu yang ada ditempat (an-najiz)”), artinya harus ada serah-terima (at-taqabudh). Dan dalam lafadz hadits yang diriwayatkan Imam Muslim setelah menjelaskan barang-barang ribawi : (“semisal/sama serta tunai, barangsiapa menambah atau meminta tambahan maka ia telah melakukan riba, baik yang mengambil dan memberi adalah sama saja”), artinya barangsiapa menambah dalam konteks tukar – menukar (at-tabadul), tukar – menukar dengan jenisnya, atau meminta tambahan maka telah melakukan riba, (“yang mengambil dan menerima adalah sama”)

الحديث الثالث: حديث أبي هريرة -رضي الله عنه-: (أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- استعمل رجلاً على خيبر) يعني جعله والياً عليها (فجاءه بتمر جنيب) نوع من التمور الجيدة (فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: أكل تمر خيبر هكذا؟) يعني هل كل التمور في خيبر من هذا النوع الجيد؟ (قال: لا والله يا رسول الله)، ليس الأمر كذلك وإنما فيه اختلاف، (إنا لنأخذ الصاع من هذا بالصاعين، والصاعين بالثلاثة)، يعني نبيع الجيد، ندفع الجيد صاع من هذا التمر (النوع الجيد) مقابل ثلاثة آصع أو مقابل صاعين، فقال -صلى الله عليه وسلم-: (لا تفعل) يعني لا تبع الصاع بالصاعين، من التمر؛ لأن هذا ربا، (بع الجمع بالدراهم ثم ابتع بالدراهم جنيب)، التفاضل في بيع التمر بعضه ببعض لا يجوز؛ لأن التمر من الأصناف الربوية كما سبق، وعند بيع الأصناف الربوية بجنسها فلابد من التماثل، إذن ما المخرج إذا كان عندنا نوع جيد ونوع رديء سواءً كان تمراً أو براً؛ لأن قيمة الرديء ليست كقيمة الجيد، ما المخرج إذن؟ قال: بع الرديء بالنقود وإذا قبضت النقود يمكن أن تشتري بها نوعاً جيداً، وهذا مخرج شرعي.

Hadis ketiga : Hadis Abu Hurairah ra. : (”Sesungguhnya Rasul SAW mengangkat seorang pria di Khaibar”), artinya Rasul SAW mengangkatnya sebagai wali (semacam gubernur) di Khaibar, (”kemudian ia datang membawa kurma janib (tamr janib)”), artinya jenis kurma yang baik, (kemudian Rasul SAW bersabda : Apakah seluruh kurma di khaibar seperti ini ?”) artinya Apakah seluruh kurma di khaibar berasal dari jenis yang baik ini ?, (“ Ia menjawab : Tidak, Demi Allah Ya Rasulllah”) artinya faktanya tidak seperti itu, karena kurma khaibar beragam jenisnya., (kami mengambil (menukar) satu sha’ jenis ini (jenis kurma yang baik) dengan 2 sha’ jenis (kurma lainnya), 2 sha’ jenis ini dengan 3 sha’ (jenis kurma lainnya)”) artinya kami menjual kurma yang baik, lalu kami memberikan kurma yang baik sebesar 1 sha’, (“Jenis yang baik”) artinya yang setara dengan 3 sha’ atau 2 sha’ kurma lainnya. Lalu Nabi SAW bersabda : (“Jangan kamu lakukan”) artinya jangan kamu menjual 1 sha’ dengan 2 sha’ dari jenis kurma karena itu adalah riba, (“ jual lah sekelompok kurma (al-jam’u) dengan (harga) beberapa dirham, kemudian belilah dengan (harga) beberapa dirham kurma yang baik (janib)”) artinya kelebihan (at-tafadhul) sebagian kurma dengan sebagian lainnya adalah tidak diperbolehkan. Ketika menjual barang-barang ribawi dengan jenisnya maka harus setara/semisal. Lalu bagaimana solusinya, jika kita memiliki barang dengan kualitas bagus dan kualitas jelek apakah ia berupa kurma atau biji gandum, dimana harga barang dengan kualias jelek berbeda dengan harga barang kualitas bagus ?  Ia berkata : Jual-lah barang dengan kualitas jelek dengan harga tertentu, jika uang dari harga tersebut sudah kamu terima, maka kamu dapat membeli barang dengan kualitas bagus, inilah solusi menurut syariat.

الحديث الرابع: حديث عبد الرحمن بن أبي بكر عن أبيه قال: (نهى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- عن الفضة بالفضة والذهب بالذهب إلا سواءً بسواءٍ) والحديث متفق عليه.

Hadis keempat : Hadis dari Abdurahman Ibn Abi Bakr ra. dari ayahnya, ia berkata : Rasul SAW melarang (jual-beli) perak dengan perak, emas dengan emas kecuali harus sama (HR Muttafaq Ilaih)

(Maktabah Akademiyah – Fiqh Muamalat Ad-Dars Al-Khamis : Bab Riba, hal. 7-10, oleh DR Abdullah Al-Amar)

Walhasil, emas adalah termasuk barang ribawi yang berlaku atau mengalir padanya riba (jarayan alaihi riba) dan dilarang melakukan perbuatan riba padanya. JIka berbeda macam (barang) pada satu jenis seperti contoh pada emas (dzahab),  maka tidak boleh ada kelebihan (at-tafadhul) dan diharamkan secara An-Nas’u (tempo/tangguh : jual dengan harga kemudian).

Uang Adalah Barang Ribawi ?

 

Hukum asalnya, riba hanya terjadi pada enam jenis barang diatas, karena ijma’ sahabat memang telah sepakat tentang hal itu. Rasul SAW bersabda :

 )الذهب بالذهب مثلا بمثل والفضة بالفضة مثلا بمثل والتمر بالتمر مثلا بمثل، والبر بالبر مثلا بمثل، والملح بالملح مثلاً بمثل، والشعير بالشعير مثلاً بمثل، فمن زاد او ازداد فقد أربى، بيعوا الذهب بالفضة كيف شتم يدا بيد وبيعوا الشعير بالتمر كيف شئتم يدا بيد)

“Emas dengan emas harus sama, perak dengan perak harus sama/semisal, kurma dengan kurma harus sama, gandum dengan gandum harus sama, garam dengan garam harus sama/semisal, jewawut dengan jewawut harus sama/semisal. Barangsiapa yang menambah atau minta ditambah maka dia mengambil riba. Jual lah emas dengan dengan perak sesuka kalian tapi secara tunai/kontan, dan jual lah jewawut dengan kurma sesuka kalian tapi secara tunai/kontan”. (HR At-Tirmidzi, no. 1240)

Hadis dan Ijmak yang menyatakan adanya riba pada barang/benda tertentu dan tidak ada pada benda selainnya. Barang-barang yang berlaku padanya riba, diberlakukan kaidah :

(الأصل في الأشياء الإباحة ما لم يرد دليل على التحريم)

”Hukum asal dari benda adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya”. (Kitab Fikrul Islam, Bab Kaidah Al-Ashlu fil Asy’a Al-Ibahah Ma Lam Yarid Dalil Ala At-Tahrim, oleh Muhammad Mahmud Ismail)

Dan tidak ada dalil lain yang mengharamkan selain keenam jenis barang ini, artinya tidak ada riba pada selain keenamnya. Termasuk didalamnya setiap jenisnya dan sifat yang dapat diterapkan padanya. Adapun selainnya tidak termasuk didalam benda ribawi.

Adapun sebagian ulama yang menetapkan adanya illat untuk mengharamkan keenam jenis barang ini, maka menurut kami tidak terdapat nash yang menunjukkannya, sehingga tidak ada illat pada barang-barang ribawi ini. Karena Illat yang berlaku adalah illat syar’iyah bukan illat aqliyah. Maka sesuatu yang tidak dapat difahami sebagai illat dalam nash maka ia tidak dapat dijadikan sebagai illat. sehingga anallogi qiyas tidak dapat diterapkan disini, karena disyaratkan dalam qiyas adanya illat, bahwa sesuatu yang dianggap illat merupakan wasfan mufhiman (sifat yang memberikan makna konotatif) sehingga absah untuk dilakukan qiyas padanya. (Kitab Al-Buyu’ Al-Qadimah dan Mu’ashirah wal burshat al-mahaliyah wa ad-dauliyah, hal. 82-84, Cetakan Pertama Tahun 2002, Darul Bayariq, oleh Yusuf Ahmad Mahmud As-Sabatin)

Walaupun demikian, kita harus tetap menghormati ulama lain yang berpendapat bahwa uang logam dan uang kertas termasuk barang ribawi. Sekalipun menurut kami, pendapat terkuat adalah uang logam dan uang kertas tidak termasuk barang ribawi, meskipun saat ini uang digunakan sebagai alat tukar yang menggantikan posisi emas dan perak. Oleh karena itu, barang ribawi hanya terbatas pada keenam barang seperti tersebut dalam hadis diatas.

Adapun emas dan perak saat ini banyak difungsikan sebagai sil’ah (barang komoditi). Sehingga emas dan perak boleh diperjualbelikan secara tunai asal sesuai dengan ketentuan syariah seperti sudah akan dijelaskan dalam kesimpulan berikut.

Sehingga jual beli emas dengan uang logam atau uang kertas yang dilakukan secara tunai, tidak ditangguhkan proses transaksinya dan diserah terimakan pada saat transaksi adalah tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Walaupun harga emas bisa berubah karena mengikuti naik-turunnya harga emas di pasaran

Kesimpulan

 

Walhasil, jual beli emas secara tunai dengan menggunakan uang logam atau uang kertas adalah diperbolehkan dengan beberapa ketentuan :

–         Jual beli emas dilakukan secara setara dan semisal, yaitu dengan harga emas yang berlaku pada saat terjadinya transaksi, untuk menghindari riba fadhl.

–         Jual beli emas dilakukan secara kontan, tidak secara tangguh untuk menghindari riba nasiah.

–         Emas harus diserah terimakan pada saat terjadinya transaksi.

–         Tidak boleh ada kelebihan harga karena penundaan pembayaran.

Jika LKS berperan sebagai agen penjual emas dari toko emas, maka ia diperbolehkan melakukan jual beli emas dengan catatan :

1)    Secara tunai

2)    Tidak ada tempo/tangguh

3)    Harga emas sesuai dengan harga pasar, walaupun ada perbedaan dengan harga asal dari toko emas, karena emas diperjual belikan dengan uang logam/kertas yang tidak termasuk barang ribawi.

Walhasil, riba terdapat pada jenis-jenis barang tertentu yang telah dibatasi oleh hadits nabawi seperti : emas, perak, kurma, biji gandum (al-burr), jewawut (asy-sya’ir), garam (al-milh) dan biji anggur kering (az-zabib). JIka terjadi transaksi jual beli (al-ba’i wa syira’) atau tukar menukar (at-tabadul) diantara barang-barang ribawi seperti contoh pada emas (dzahab) dengan perak atau kurma dengan gandum,  maka tidak boleh ada kelebihan (at-tafadhul), nilainya setara (at-tamatsul), serah terima pada saat transaksi (taqabudh fi majlis aqad), dan dilarang secara an-nas’u (tempo/tangguh : jual dengan harga kemudian) dalam transaksi tersebut.

Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk melaksanakan aturan syariat secara kaffah dalam kehidupan kita. Wallahu Muwafiq Ila Aqwamit Thariq.